Minggu (15/3/2020) malam, Panji kemudian bergegas ke RSUD Kabupaten Tangerang. Ia yang ingin segera mendapatkan penanganan pihak dokter dan paramedis harus menelan kekecewaan. Karena, awalnya ia mengira, sebagai rumah sakit rujukan Corona, dokter jaga khusus keluhan COVID-19 di RS milik Pemerintah itu siaga 24 jam, namun nyatanya tidak.
"Sekitar pukul 20.00 WIb, saya tiba di RSUD Kabupaten Tangerang. Saya meminta informasi ruang layanan bagi penderita gejala COVID-19 kepada petugas keamanan (Satpam) rumah sakit sambil menunjukkan kartu kuning (kartu yang dikeluarkan Kemenkes bagi orang yang berpergian ke negara yang terjangkit COVID-19). Oleh Satpam tersebut, saya diarahkan agar langsung ke ruang IGD. Di ruang IGD saya pun menyampaikan keluhan yang dialami kepada perawat pria yang sedang berjaga," katanya.
"Saya diminta duduk di depan meja registrasi sambil dirinya berkonsultasi ke petugas kesehatan lainnya.
Dalam suasana hati yang tidak nyaman akibat dihantui COVID-19, suasana di ruang IGD itu membuat saya semakin tidak nyaman oleh suara isak tangis keluarga pasien yang meninggal dunia," sambungnya.
Sekitar 30 menit duduk menunggu di meja petugas IGD. Panji pun kemudian diarahkan ke ruang observasi di samping ruang IGD. Di ruang tersebut, ia dengan kondisi badan lemas, pusing dan meriang ini pun diminta berbaring di ranjang sambil menunggu pemeriksaan dari dokter.
"Hampir dua jam saya menunggu, namun tak kunjung datang dokter untuk memeriksa keluhan yang saya alami. Saya pun kemudian keluar dan bertanya kepada Satpam yang berjaga, apakah dokter masih lama untuk datang memeriksa saya," katanya.
Panji pun merasa terkejut, saat Satpam menjawab jika saat ini hanya ada dokter jaga dan ia diminta kembali keesokan harinya ke Gedung MCU (Medical Checkup) yang terletak sekitar beberapa ratus meter dari bangunan utama RSUD Tangerang ini.
"Merasa tak pasti, saya pun memutuskan pulang dan mengambil KTP yang sempat diminta untuk pendataan," ucapnya.
Panji yang ditemani kerabatnya kemudian menuju RS OMNI Alam Sutra untuk memeriksakan diri. Tiba di RS OMNI, ia langsung menyampaikan keluhan ke petugas jaga di ruang emergency dengan menunjukkan kartu kuning dari Kemenkes yang dibawanya.
"Namun, diluar dugaan petugas kesehatan yang berjaga yang didampingi oleh dokter jaga menyampaikan bahwa pihak RS OMNI tidak bisa memeriksa saya lantaran saya diduga (suspect) Corona, disertai alasan bahwa pihak RS tak memiliki fasilitas kamar isolasi dan bukan merupakan RS rujukan yang ditunjuk pemerintah," katanya.
Saat itu, waktu menunjukkan pukul 23.30 WIB. Panji masih berusaha untuk memastikan kondisi kesehatannya. Kemudian ia menuju ke RS Eka Hospital BSD untuk memeriksakan diri.
"Belajar dari pengalaman dua RS sebelumnya, saya pun datang menyampaikan keluhan tanpa menunjukkan kartu kuning yang dibawa. Ternyata dengan cara ini, di RS Eka Hospital saya diterima, dan dimasukkan ke ruang IGD untuk dilakukan pemeriksaan," ujarnya.
Kemudian, oleh dokter yang memeriksa ia ditanya keluhan dan apakah ada riwayat perjalanan ke luar negeri baru-baru ini. Panji pun menjawab jujur bahwa ia ke Kuala Lumpur akhir Februari lalu. Kemudian, ia dipindahkan ke ruang khusus tersendiri yang terpisah dengan pasien di ruang IGD lainnya.
"Di ruangan itu, saya diambil sampel darah dan dilakukan rontgen. Sekitar pukul 01.00 WIB setelah usai semua tes dilakukan, saya pun meminta agar dilakukan rawat inap di RS tersebut agar bisa dilakukan pengobatan menyeluruh. Namun, dokter menjawab pihaknya tidak bisa merawat saya karena saya berstatus suspect/ODP Corona , dan menyebut bahwa RS Eka Hospital bukanlah RS Rujukan," terangnya.
Sekitar pukul 04.00 hasil tes darah dan rontgen pun keluar. Dinyatakan oleh perawat jika sel darah putih (Leukosit) panji di atas batas normal atau dalam artian tubuh sedang melawan infeksi (Bakteri atau Virus).
"Saya pun kemudian pulang, berbekal obat yang diberikan saya pun optimis akan merasa baikan," imbuhnya.
Obat-obatan dari rumah sakit tersebut ia konsumsi sesuai dosis. Namun, kondisi kesehatannya tak kunjung membaik. Bahkan, demam dan sesak nafas yang dialaminya semakin akut. Panji pun merasa was-was.
Akhirnya, Senin, 16 Maret 2020, ia pun memutuskan memeriksakan diri ke salah satu dokter spesialis langganan saya di RS OMNI.
"Mengetahui gejala dan riwayat perjalanan yang saya miliki dokter pun dengan tegas meminta agar saya langsung rujuk mandiri ke RSPI Sulianti Saroso sebagai RS rujukan pemerintah untuk pasien Corona," pungkasnya.
(Bersambung)
Berlanjut : Cerita Pasien Suspect Corona Asal Tangsel 9 Hari Dirawat di RSPI Jakarta