TANGERANGNEWS.com- Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Puan Maharani menyoroti kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang viral baru-baru ini di Serpong Utara, Tangerang Selatan (Tangsel)
"Kepolisian perlu bertindak tegas dalam menyelesaikan kasus KDRT, dan pastikan untuk mengedepankan perlindungan korban, apalagi jika perempuan yang menjadi korban. Harus ada ketegasan dalam tindak pidana kekerasan,” ujar Puan dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 20 Juli 2023.
Puan pun menyentil pihak kepolisian yang sempat melepaskan tersangka berinisial BD hingga yang bersangkutan melarikan diri, meski saat ini tersangka telah berhasil tertangkap dan ditahan.
Padahal, menurut Puan seharusnya pihak kepolisian menahan BD sejak awal kasus ini terungkap, mengingat tindakan penganiayaan terhadap istrinya sendiri berinisal TM yang tengah hamil empat bulan hingga mengalami trauma fisik dan psikis tersebut tidak dapat ditoleransi.
"Jangan ada toleransi untuk KDRT. Kejadian di Serpong ini sangat jahat karena penganiayaan dilakukan dengan keji saat istri sedang mengandung anak dari pelaku sendiri. Sejak pemeriksaan seharusnya sudah ditahan," imbuhnya.
Baca Juga: PKS dan Demokrat Kalah Suara, RUU Kesehatan Resmi Disahkan
Selain itu, Puan tak menampik peliknya persoalan KDRT di Indonesia kerap kali antara pelaku dan korban yang bestatus sebagai keluarga dan tidak jarang justru korban memaafkan pelaku menimbang aspek-aspek tertentu.
Kendati demikian, Puan menegaskan pihak aparat penegak hukum memberikan dukungan terhadap korban yang ingin pelaku KDRT dihukum. Ia pun menyoroti gerak pihak kepolisian yang harus menunggu viral terlebih dahulu.
Baca Juga: DPR RI Komentari Polemik MPLS di SDN Uwung Jaya Kota Tangerang
"Dan seperti yang pernah saya sampaikan, penanganan kasus secara maksimal seharusnya tidak menunggu viral terlebih dahulu," ucapnya.
Ia pun menyesalkan keputusah pihak Polres Tangsel karena menganggap KDRT yang dilakukan oleh BD merupakan tindak pidana ringan, sehingga tidak dapat dilakukan penahanan. Seperti diketahui, BD dijerat Pasal 44 Ayat (4) UU tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) di mana ancaman hukuman kurang dari 5 tahun.
"Subyektivitas polisi harusnya tidak tumpul. Kita selama ini sudah berteriak-teriak untuk perlindungan terhadap perempuan demi kemajuan pembangunan bangsa tapi langkah seperti ini justru membawa kemunduran dari perjuangan kita," tegasnya.
Dikatakan Puan, korban KDRT perlu diberikan penampingan khusus guna menyembuhkan trauma mental yang dialaminta, ia meminta keterlibatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan (KemenPPPA) dan Komnas Perempuan, untuk mendampingi korban KDRT hingga proses penyelidikan selesai.
"Korban KDRT ini emosi dan mentalnya tengah terguncang, di samping luka fisik yang dialami, ada juga persoalan psikologisnya. Jadi perlu pendampingan khusus dari Pemerintah untuk memberikan trauma healing agar korban lebih tegar dalam upaya penyelesaian kasusnya," katanya.