TANGERANG-Salah satu permasalahan yang kerap dialami di kota besar adalah soal ketenagakerjaan. Kota Tangerang Selatan sebagai daerah metropolitan yang berbatasan langsung dengan ibukota Jakarta pun tak terlepas dari masalah tersebut. Namun, berkat pendekatan persuasif baik terhadap kalangan serikat pekerja maupun pengusaha, iklim ketenagakerjaan di Kota Tangerang Selatan sejauh ini masih berlangsung kondusif.
Menurut Sekretaris Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kota Tangsel Dewanto, sebetulnya tidak ada resep khusus yang dilakukan pihaknya dalam membangun iklim usaha yang sehat dan kondusif. Bahkan sebaliknya, pendekatan yang dilakukan sangat sederhana.
“Resepnya cuma silaturahmi. Silaturahmi dengan pengusaha ya juga dengan kalangan serikat pekerja. Jadi, nggak ada yang muluk-muluk, simpel saja. Tapai walaupun simple, tapi silaturahmi memiliki manfaat yang sangat besar,” kata Dewanto, kepada tangerangnews.com.
Dalam silaturahmi tersebut, kemasannya dibuat secara informal dan tidak kaku. Masing-masing pihak, pengusaha dan serikat pekerja diajak berdiskusi dengan ditengahi petugas dari Dinsosnakertrans Tangsel. Temanya tentu saja seputar masalah ketenagakerjaan, walapun kadangkala diselingi tema-tema yang lain. Jika ada maslah, dalam forum silaturahmi itu pula dicarikan jalan keluarnya secara bersama-sama.
“Kami memang membentuk semacam tim yang bergerak untuk mengadakan silaturahmi. Dari hasil evaluasi, upaya yang kita lakukan cukup berhasil. Buktinya, hampir tidak ada gejolak perburuhan di Kota Tangsel,” papar Dewanto.
Road Show Perusahaan
Dewanto menjelaskan, dalam silaturahmi itu, pihaknya melakukan secara roadshow. Artinya, kunjungan dibuat secara bergiliran ke perusahaan-perusahaan. Dari sekitar 2.000 perusahaan dengan skala besar maupun kecil, sudah ada 932 perusahaan yang tercatat dan diagendakan dalam kunjungan.
Tak hanya untuk mempertemukan antara kepentingan pekerja dan pengusaha, silaturahmi yang dilakukan itu juga ada maksud lain. Yaitu mengkomunikasikan tentang program Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan kepada masyarakat.
“Sebab kami menyadari masih ada perusahaan yang belum memahami sepenuhnya betapa pentingnya program CSR,” katanya.
Untuk memaksimalkan program CSR, Dewanto mengaku kalau pihaknya sedang menyiapkan payung hukum berupa peraturan daerah (Perda) sebagai dasar hukum dalam pemanfaatan program CSR. Dalam konsepnya, Perda itu akan mengatur tentang besaran dana CSR yang harus dikeluarkan perusahaan termasuk penditribusiannya. Karena dalam kenyataannya, banyak program CSR yang belum maksimal dalam penyalurannya ke masyarakat di sekitar perusahaan.
“Dalam bayangan saya, dana CSR itu nantinya akan dikerjasamakan dengan RT dan RW serta kelurahan dan kecamatan sekitar perusahaan,” tandas dia. (ADV)