TANGERANGNEWS.com-Di Indonesia keberadaan mobil ambulans yang melaju dengan sirine kerap kali masih disepelekan pengendara di jalan.
Bahkan, ambulans yang membutuhkan waktu cepat untuk menolong orang itu, justru kerap kali tak diberi jalan alias dihalangi oleh kendaraan lain.
BACA JUGA:
Padahal, kewajiban mendahulukan kendaraan tertentu sudah diatur dalam UU No 22/2009 tentang lalu lintas dan jalan raya. Pada pasal 134, diatur mengenai penggunaan jalan yang memperoleh hak utama.
Ambulans yang mengangkut orang sakit mendapatkan prioritas kedua setelah kendaraan pemadam kebakaran yang bertugas.
Fenomena tersebut yang menjadi latar belakang komunitas Indonesian Escorting Ambulance (IEA) terbentuk. Tujuannya untuk membantu rute para sopir ambulans menyelamatkan nyawa orang lain.
"Oleh karena itu, kita terketuk hatinya untuk membuat pengawalan ambulance. Jelas ini sesuai pengalaman masing-masing, soalnya rasanya sedih butuh cepet pertolongan jadi meninggal di jalan," ucap Salman Alfarisi, 22, Ketua IEA Tangsel, Jumat (15/7/2019).
Saat bertemu di Kantor Dinas Kesehatan (Dinkes) Tangsel, Jalan Cindekia, Serpong, Tangsel, Salman menceritakan, sejak tahun 2017 IEA berdiri, kini terus mengalami pertambahan jumlah anggota. Saat ini, paling tidak sudah terdapat sekitar 20 orang.
"Sejak pertama kali dulu, hanya 5 orang," imbuhnya.
Lebih lanjut, Salman menjelaskan, bahwa saat ini juga komunitasnya itu telah bekerjasama dengan beberapa rumah sakit, perawat dan dokter.
"Jadi kalau ada yang mau rujuk dikabarkan dengan dia (rumah sakit). Jadi yang bisa stand by dan lokasinya dekat, bisa langsung meluncur ke rumah sakit," terangnya.
Saat pengawalan, Salman menjelaskan, bahwa mereka mempunyai Standar Operasional Pelayanan (SOP).
"Satu ambulans terdiri dari lima motor yang mengawal. Satu motor paling depan, dua motor di belakangnya alias tepat di depan ambulance dan dua motor lagi di belakang (ambulans)," tuturnya.
Kepada TangerangNews, Salman menceritakan suka dukanya selama bekerja dengan asas kemanusiaan itu.
"Wah banyak, Bang. Kadang suka diomelin orang. Apasih berisik banget. Udah tau macet juga," ucap Salman sambil menirukan orang mencacinya.
Namun, tak ada cara lain, kata dia, selain menerima itu semua. "Ya sabar aja bang, namanya juga buat kemanusiaan," katanya.
Tak hanya itu, ketika mengawal ambulans yang melaju dengan kecepatan tinggi, Salman mengaku bahwa saat itu juga bahaya sedang mengintai.
"Sering juga kita ditabrak, bahkan sampai ada yang patah tulang," imbuhnya.
Itu semua rela mereka terima, walau tak sepeserpun rupiah mereka terima. Ditambah segala kebutuhan operasional, lanjut Salman, dikeluarkan dari kantong pribadi.
Kepada TangerangNews, Salman mengungkapkan harapannya, bahwa ia menginginkan komunitasnya itu dapat diakui, minimal dengan Pemerintah Kota Tangsel.
"Ya tentu. Kami berharap IEA Tangsel ini diakui oleh Pemkot Tangsel," harapnya.(RAZ/RGI)