TANGERANGNEWS.com-Dua peserta difabel (berkebutuhan khusus) mewarnai keseruan kompetisi masak yang digelar Danish Culinary School BSD di Kandank Jurank Doank, Kompleks Alvita Blok Q No. 14, Kecamata Ciputat, Tangerang Selatan (Tangsel), Minggu (25/8/2019).
Kompetisi masak yang bertajuk Masakan Terkini (Master) Chef Usaha Kecil dan Menengah (UKM) ini diikuti oleh sebanyak 25 peserta.
Menariknya, terdapat dua peserta yang memiliki kebutuhan khusus. Dengan keterbatasannya, mereka tetap bersemangat menyajikan menu masakan yang menjadi tantangan dalam perlombaan tersebut.
BACA JUGA:
Salah satunya Aryani Sri Ramadhani, 31, yang memiliki kebutuhan khusus pada penglihatannya (tunanetra).
"Senang banget, Mas. Seru banget. Saya baru pertama ikut perlombaan semacam ini," ucap Yani usai memasak.
Pada sesi pertama, Yani ditantang untuk memasak masakan barat (western), Fish Chowder.
Yani yang mempunyai warung makan Ayam Geprek Petukangan di wilayah Jakarta Selatan, merasa sangat tertantang memasak makanan itu, karena biasanya hanya memasak makanan asal Indonesia.
"Saya baru pertama kali masak itu (Fish Chowder). Gampang sih, kayak biasa bawang, keju. Tapi yang agak kesusahan pas fillet ikannya aja," ujarnya.
Selain itu, kata dia, adaptasi peralatan juga menjadi tantangan tersendiri. Ia harus membiasakan letak dari peralatan memasaknya.
"Kalau sudah biasanya aku jadi biasa aja. Bukan akunya yang khawatir, tapi yang ngajarinnya, karena aku enggak ngeliat, jadi mereka ngeri," imbuhnya.
Menurutnya, lomba memasak ini sangat baik bagi para penyandang kebutuhan khusus, terutama yang memiliki hobby masak seperti dirinya.
"Perlu banget, karena bisa nambah kepercayaan diri kita," katanya.
Taufik Hidayat Syah, Pemilik Danish Culinary School BSD mengatakan bahwa lomba yang mengusung tema masakan streetfood milenial ini merupakan inisiasi teman-teman UKM Kuliner, untuk mengadakan pelatihan kuliner dengan konsep perlombaan.
#GOOGLE_ADS#
"Alhamdulillah Allah memberi jalan untuk membuat event pelatihan kuliner ini dengan konsep yang unik, seru, dan pertama kali diadakan," jelasnya.
Sehingga, menurutnya pelatihan tetap didapatkan secara Individu. Menu yang dipilih adalah menu yang bahan yang mudah didapati, murah, dan berasal dari kearifan lokal.
"Mereka dapat mengolah makanan ala cafe dengan mudah. Sehingga penonton pun akan mendapatkan ilmunya," pungkasnya.(RAZ/RGI)