TANGERANGNEWS.com-Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi meminta pihak penegak hukum untuk menjatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada WS alias Babeh, 49, pelaku sodomi terhadap sekitar 40 anak di Kecamatan Gunung Kaler dan Rajeg, Kabupaten Tangerang.
Kak Seto, demikian ia biasa akrab disapa mengatakan hal itu, di ruang rupatama Mapolresta Tangerang, Jumat (5/1/2017).
"Pelaku kami mohon mendapatkan pemberatan, tidak hanya (hukuman) minimal empat tahun dan maksimal 15 tahun penjara. Tapi bisa hukuman seumur hidup, hukuman mati atau dikebiri," ujarnya.
BACA JUGA:
Hal itu, tegas kak Seto, karena korban tidak boleh dilupakan sebagai pihak yang menanggung derita atas perbuatan pelaku.
Dijelaskannya, untuk memulihkan kondisi korban akibat kekerasan seksual, membutuhkan waktu dan biaya yang sangat besar.
"Di Amerika Serikat, korban membutuhkan biaya 180 ribu US Dollar untuk bisa menterapi semuanya, kita di Indonesia belum tahu berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk hal itu," tambahnya.
Kak Seto menjelaskan, Pemerintah Indonesia telah mempunyai Peraturan Pemerintah Nomor 43/2017 tentang restitusi atau ganti rugi bagi anak korban tindak pidana.
"Kami menyemati Polresta Tangerang untuk memproses restitusi ini bagi para korban, apakah kepada pelaku atau dimohonkan kepada pemerintah," jelasnya.
Hal ini mengingat para korban kekerasan seksual tersebut sebagian besar berasal dari keluarga tidak mampu. Sementara biaya yang dibutuhkan untuk melakukan pemulihan korban sangat besar.
"Korban harus betul-betul mendapatkan penanganan secara serius, apakah secara medis juga secara psikologis," imbuhnya.
Pemulihan korban harus secara tuntas karena menurut kak Seto hal yang sering dilupakan, padahal kekerasan seksual dengan cara disodomi akan menular serta akan menambah jumlah korban selanjutnya.
"Karena faktor bawaan itu hanya 40 persen. Namun 60 persen faktor lingkungan," jelasnya.
Pemulihan kondisi kejiwaan secara tuntas puluhan korban predator anak itu ditegaskan kak Seto untuk sebagai upaya untuk mencegah gejala lesbian, gay, biseksual dan transgender/transeksual (LGBT).
"Ini sebagai upaya untuk mencegah munculnya gejala LGBT," tukasnya.(DBI/RGI)