TangerangNews.com

Petugas Kesehatan Tangsel Berjuang Melawan Gizi Buruk

Yudi Adiyatna | Jumat, 13 April 2018 | 14:00 | Dibaca : 1653


Petugas Kesehatan Tangsel saat mengunjungi salah seorang balita penderita gizi buruk, Jumat (13/4/2018). (@TangerangNews/2018 / Yudi Adiyatna)




TANGERANGNEWS.com-Permasalahan Balita yang mengidap gizi buruk terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Gizi buruk atau lebih dikenal dengan gizi di bawah garis merah adalah keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama.

Gizi buruk sendiri berbeda dengan kelaparan. Orang yang menderita kelaparan biasanya karena tidak mendapat cukup makanan dan kelaparan yang diderita dalam jangka panjang dapat menuju ke arah gizi buruk.

Walaupun demikian, orang yang banyak makan tanpa disadari juga bisa menderita gizi buruk apabila mereka tidak makan makanan yang mengandung nutrisi, vitamin dan mineral secara mencukupi. Jadi gizi buruk sebenarnya dapat dialami oleh siapa saja, tanpa mengenal struktur sosial dan faktor ekonomi.

Di Tangerang Selatan sendiri sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan Ibu Kota Jakarta, masih terdapat beberapa kasus balita yang di dentifikasi mengidap gizi buruk ini. Namun kini, sebagian besar Balita yang sebelumnya mengalami gizi buruk tersebut telah mengalami peningkatan status. Balita-balita itu pun beranjak pulih dari status gizi buruk menjadi gizi kurang.

Seperti yang dialami oleh balita bernama M Ilham Febriansyah, 2, Anak pertama dari pasangan Sahrul, 20  dan Wita Yulianti, 18, yang tinggal di rumah sederhana milik neneknya di Jalan Bakti Jaya 5, Babakan Pocis, Kecamatan Setu, Tangerang Selatan ini, tiap pekannya rutin didatangi petugas kesehatan dari Puskesmas Bhakti Jaya, Setu yang ingin memantau kondisi pertumbuhan Balita tersebut.

Dari hasil pemantauan dan pendampingan khusus yang dilakukan petugas kesehatan tersebut, kini Ilham berangsur dinyatakan sehat, setelah selama tiga sebelumnya saat dirinya berusia 22 bulan menyandang predikat kurus sekali (gizi buruk).

Ilham pun kini semakin lincah, tubuhnya yang mungil seperti tak mau diam. Padahal sebelumnya petugas kesehatan mendapati kondisi pertumbuhannya tak berimbang, dimana beratnya hanya 8,2 kilo dengan usia yang berjalan.

Kedua orang tuanya baru sekira 3 bulan tinggal di bangunan rumah sederhana tersebut. Ayahnya  Sahrul, sebagai kepala keluarga hanyalah seorang pedagang sayuran keliling, sedangkan istrinya, Wita, selalu berada di rumah menemani Ilham dan mengurus rumah tangga.

Kedua orang tua nya pun tak menyadari jika anak kesayangannya ternyata dikategorikan gizi buruk, karena sebelumnya mereka memang tinggal di daerah Rawa Kalong (Perbatasan Kota Tangsel dan Kabupaten Bogor), dan tak pernah memeriksakan kondisi anaknya ke Posyandu tempat tinggalnya kala itu.

Wita, Sang Ibu yang kala itu terbilang masih di bawah umur, mengaku tak mampu memberi banyak ASI sebagai satu-satunya sumber asupan sang buah hati. Selain itu, selang beberapa bulan setelah kelahiran Ilham, Wita pun memberi aneka macam makanan yang dia tahu dari arahan orang tua dan mertua yang tinggal bersamanya. Mulai dari bubur nasi dan nasi dengan namun lauk seadanya coba dia sajikan buat si buah hati, agar anak lelakinya itu kuat dan sehat.



Namun Ilham nampaknya, tak terlalu lahap menyantap makanan yang diberikannya. Hampir bisa dibilang Ilham tak memiliki selera makan dibanding anak lain seusianya. Semakin lama berat tubuhnya pun semakin menyusut hingga terlihat sangat kurus.

"Baru tahu waktu di cek di Posyandu disini, beratnya waktu itu cuma 8,2 kilo. Habis itu dikasih biskuit, susu, dan diarahin supaya menjaga asupan makanan yang bergizi. Alhamdulillah sejak itu, kondisinya terus membaik, beratnya juga sudah naik sekarang," tutur Wita sang Ibu saat ditemui di rumahnya, Rabu (11/4/2018).

Salah satu Petugas Nutrisionis Puskesmas Bakti Jaya, Lia Leviyanti, yang ikut memantau perkembangan Ilham menerangkan, kondisi Ilham mengalami peningkatan berarti . Beratnya pun saat ini telah mencapai batas normal, yakni 9 kilo, dibandingkan tiga bulan sebelumnya yang hanya 8,2 kilo.

"Kalau Ilham ini kan memang mengidap gizi buruk itu karena faktor pola asuh dari orang tuanya. Jadi progres penanganannya pun bisa cepat, sekira 3 bulan sejak didiagnosa itu (Desember 2017) sampai sekarang sudah meningkat statusnya, tak lagi gizi buruk. Tapi kita terus memberikan Conceling kepada orang tuanya bagaimana menjaga pola asuh terhadap si anak, selain itu juga asupan PMT terus kita berikan," kata Leviyanti saat memantau perkembangan Ilham.

Kini Wita pun akhirnya mengerti dan mau mengikuti nasihat kader kesehatan dari Puskesmas Bakti Jaya terkait perbaikan pola asuh dan pola asupan kepada Ilham agar anaknya kelak bisa tetap tumbuh sehat walau dengan sederhana.

Beda Ilham, lain pula dengan Siti Fatihah, balita berusia 27 bulan ini pun mengalami kondisi yang bahkan lebih memilukan. Jika Ilham dengan kondisinya seperti itu lebih banyak berdiam di rumah, Siti Fatihah terpaksa mengikuti kegiatan Ibunya mencari nafkah yang setiap hari berjualan gorengan keliling kampung, lantaran Sang Ibu kini hanya seorang diri menafkahi keluarga sambil membesarkan ketiga anaknya Aris Saputra, 12, Suci Silviani, 8, dan Siti Fatihah, 2.

“Bapaknya sudah 2 tahun engga pulang, saya dengar sudah menikah lagi,” ucap wanita asal Brebes tersebut haru.

Demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari, Turinah terpaksa berjualan aneka gorangan yang diambilnya dari orang lain untuk dibawanya keliling setiap pagi. Dari pukul 05.30 sampai pukul 11.00 WIB dia jalani.

Usahanya sebagai penjaja makanan pengganti sarapan sangat pas-pasan, bahkan jauh dibilang cukup untuk biaya sewa rumah dan kebutuhan hidup bersama tiga orang anaknya.

“Sehari paling ngantongin Rp40 sampai Rp50 ribu, sisanya setoran buat yang punya kue, itu saya ambil dari bos. Bayar kontrakan Rp550 ribu sebulan, belum listrik dan kebutuhan anak sekolah,” kata dia

Kondisi keprihatinan yang dijalani ini pun terpaksa mengorbankan tumbuh kembang dan kesehatan anaknya , putri sulungnya ini pun terlantar kurang asupan gizi dan salah asuh di masa emas tumbuh kembangnya.

Betapa tidak, Siti Fatihah, balita berusia 27 bulan itu sudah sejak berusia 4 bulan merasakan perihnya berjualan keliling kampung dengan sepeda yang dikayuh ibunya.

#GOOGLE_ADS#

Panas-hujan, bukan halangan buat Siti menemani sang Ibu berjualan. Hal ini dilakukan karena Turinah tak lagi memiliki pilihan, selain mengajak si Bungsu berjibaku di tengah terik dan guyuran hujan mengais rupiah.

“Saya harus menghidupi keluarga, dua anak saya juga harus sekolah. Saya tidak punya pilihan, kalau balik ke kampung mau ngapain juga. Jadi terpaksa si bungsu saya ajak berjualan, ini aja saya sudah tiga hari gak jualan karena dia sakit," ucapnya lirih.

Turinah yang setiap hari berkeliling menggunakan sepeda bututnya ini pun selalu menggendong balita berusia 20 bulan itu dengan kain bercorak batik di atas sepedanya.

Selepas Subuh, setelah membangunkan kedua anak lainnya untuk bersekolah. Siti menggendong Turina bergegas ke rumah pemilik dagangan untuk mengambil dagangan yang akan dijajakannya hari itu.

Selanjutnya, Turina bersama Siti keliling kampung, menjajakan makanan kecil yang dia bawa. “Macem-macem, ada lontong, gorengan, kue-kue kecil buat sarapan,” katanya.

Seolah tak mengenal hari libur, Turinah yang banting tulang seorang diri ini pun seolah abai dengan anak ketiganya yang masih balita yang perlu diberi asupan dan asuhan yang baik.

“Saya gak mau sebenernya bawa anak jualan, dianggap biar orang kasihan, tapi karena engga ada yang asuh. Mau engga mau anak ini saya ajak berjualan,” katanya berkaca-kaca.

Di usia 6 bulan, Siti kala itu, harus mendapat pengobatan serius di Rumah Sakit. Akibat diare akut yang dia derita.

Sembuh dari sakit, pun tak ada pilihan bagi Turina, untuk bisa fokus mengasuh Siti. Sampai usia 12 bulan Siti kembali masuk rumah sakit, kali itu, lantaran Siti mengalami demam tinggi dan penyakit campak yang dia derita.

Sampai petugas rumah sakit meminta Turina memeriksakan rutin Siti ke Posyandu. Tapi karena tak ada pilihan waktu harus mencari nafkah, Turina seolah dipaksa abai dengan kondisi si bungsu.

“Sampai sekarang sudah 3 bulan Siti Fatihah diawasi petugas dari Puskesmas, biasanya kalau saya lupa periksa, orang puskesmas yang datang ke rumah,” ucap dia.

Kristy dari Puskesmas Situ Gintung di Serua Ciputat, yang menangani Balita Siti Fatihah, pun berupaya mengarahkan Turina, sebagai orang tua tunggal dari tiga anaknya itu, untuk tetap memperdulikan kesehatan sang anak dengan pola asuh dan pemberian asupan yang sehat dan bergizi.

Minimal sebulan sekali, Kristy datang ditemani petugas kesehatan lain mengecek langsung kesehatan bayi Siti Fatihah. Pemberian PMT, vitamin dan obat rutin dikirim ke kediaman Turina. Sejak ditangani, akhirnya kondisi Siti Fatihah berangsur membaik, terbukti dengan naiknya angka berat badan.

“Bukan penyakit penyerta (bawaan), karena memang orang tuanya tunggal, Ibunya harus mengurus tiga anaknya sambil mencari nafkah sendiri. Memang punya dua sisi, kalau bayinya di tinggal di rumah, juga tidak ada yang mengasuh. Namun kalau diajak berjualan, ya seperti itulah kondisinya,” bilang dia.

Kini Siti Fatihah, pun perlahan menunjukkan perkembangan fisiknya lebih baik, dari sebelumnya hanya seberat 5 kg pada usia 22 bulan kini menjadi 8,9 Kg di usianya ke-27 bulan.
Turinah pun mengucap banyak terimakasih kepada para petugas kesehatan yang telah mau membantunya memantau perkembangan dan memberi asupan gizi bagi anaknya. Bagi Turinah hal tersebut tak dapat ia balas selain rasa syukur atas perhatian yang diberikan.

" Saya makasih banget sama mbak-mbak dari Puskesmas, kalau tidak ada mereka mungkin kondisi anak saya tidak membaik seperti sekarang ini," ucapnya tegar.(RAZ/HRU)