TangerangNews.com

7 Kebudayaan Nusantara dari Tangerang Ini Tetap Terlestarikan Meski Digempur Modernisasi

Fahrul Dwi Putra | Selasa, 11 Oktober 2022 | 10:50 | Dibaca : 13734


Tradisi palang pintu digelar dalam prosesi nikah masal di Tangerang Ngebesan, Sabtu (29/2/2020). (TangerangNews / Rangga A Zuliansyah)


TANGERANGNEWS.com-Sebagai kota terbesar di Provinsi Banten dan kota yang berbatasan langsung dengan ibukota DKI Jakarta, Tangerang sarat akan kehidupan modern, dibuktikan dengan masyarakatnya yang memiliki mobilitas tinggi, gaya hidup serba instan, dan dominasi penggunaan teknologi komunikasi.

Meski digempur dengan modernisasi, tetapi masih ada sisa kebudayaan yang terus dilestarikan hingga kini. Hal itu meliputi tradisi, ritual tradisional, serta berbagai kesenian lokal. 

Kebudayaan tersebut masih dipertahankan lantaran  telah mengakar di daerahnya dan telah menjadi salah satu ikon dari Tangerang. Berikut beberapa diantaranya.

1. Palang Pintu

Dulunya tradisi ini hanya dilakukan oleh golongan orang kaya. Namun, kini seluruh lapisan masyarakatnya sudah bisa melaksanakannya. Tradisi asal suku Betawi ini biasanya digunakan dalam acara pernikahan, penyambutan tokoh, dan hiburan dengan iring-iringan alat music pencak seperti kempu, kemong, gendang pencak, gendang dua set, dan kecrek.

Adapun Rangkaian upacara palang pintu dimulai dari pencak silat, saling berbalas pantun, hingga mengaji.

2. Maulid Nabi Muhammad SAW di Sungai Cisadane

Beberapa daerah di Nusantara memang memiliki tradisinya tersendiri dalam merayakan maulid Nabi, Tangerang sendiri melakukan peringatan tersebut di Sungai Cisadane.

Baca juga: Perlu Tahu! Hal Unik Ini Hanya Ada di Kabupaten Tangerang

Masyarakat akan duduk melingkar di tepi Sungai Cisadane sambil memanjatkan doa, tidak lupa adanya sesajen berupa kembang, aneka buah, dan kue yang ditaruh tepat di hadapan mereka.

3. Sedekah Bumi

Upacara ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rezeki berupa hasil panen, biasanya dilakukan oleh para petani dan nelayan.

Meski telah menjadi kota modern, Tangerang tetap mempertahankan budaya ini. Rangkaian upacara sedekah bumi diawali dengan  acara berdoa bersama. Kemudian, di akhir acara, masyarakat menampilkan berbagai kesenian lokal. Selain itu, sedekah bumi dilengkapi acara makan bersama.

4. Upacara Seba

Tradisi ini dilakukan oleh suku Badui sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen yang melimpah di ladang huma. Seperti diketahui, suku Badui merupakan kelompok yang sangat mempertahankan budaya tradisional dan mengisolasi diri dari kehidupan modern.

Baca juga: Jadi Warisan Budaya, Ini Sejarah Gambang Kromong yang Populer di Kalangan Cina Benteng

Dalam rangkaian acaranya, para suku Badui akan mengawalinya dengan berjalan kaki ratusan kilometer melintasi berbagai kabupaten dan kota di Provinsi Banten, termasuk Tangerang. Puncaknya, upacara seba dilaksanakan di Pendopo Gubernur Banten.

5. Keramas di Sungai Cisadane

Ritual ini bertujuan untuk membersihkan diri sebagai penyambutan bulan suci Ramadhan. Tradisi yang sudah ada sejak 90-an ini menggunakan merang sebagai pengganti sabun dan sampo lantaran zaman dulu belum ada kedua benda tersebut. Merang yakni batang padi yang dibakar, lalu direndam.

6. Jalan Sarungan

Jalan Sarungan merupakan komitmen dari masyarakat Tangerang untuk tetap melestarikan budaya meski telah menjadi kota modern. Sesuai dengan namanya, pertunjukan Jalan Sarungan, masyarakat yang mengikuti kegiatan ini harus mengenakan sarung sepanjang jalan mengikuti rute yang telah ditentukan.

Baca juga: Mengenal 6 Tarian Tradisional Khas Tangerang

Rute Jalan Sarungan  dimulai dari Pusat Pemerintahan Kota Tangerang. Lalu, perjalanan dilanjutkan ke Daan Mogot dan Jembatan Berendeng. Selanjutnya, menuju kawasan Benteng Jaya dan berakhir di Masjid Raya Al-Azhom.

7. Peh Cun

#GOOGLE_ADS#

Sungai Cisadane kembali menjadi instrumen yang lekat akan kebudayaan masyarakat Tangerang, kali ini merupakan lomba balap perahu yang sudah ada sejak abad ke-19.

Awalnya, Kelenteng Boen Tek Bio mendapat sumbangan perahu dari Kapitan Oey Khe Tay. Kemudian, perahu naga pemberian tersebut digunakan untuk mengikuti suatu lomba balap perahu. Hasilnya, ternyata Kelenteng Boen Tek Bio keluar sebagai pemenang.

Baca juga: Sejarah Panongan, Wilayah Pengintaian Belanda hingga Hunian Modern

Berangkat dari hal tersebut, keturunan dari pemipin Kelenteng Boen Tek Bio melestarikan kebudayaan yang diberi nama Peh Cun itu. Acaranya dimulai dari tengah malam hingga siang di hari berikutnya. Hingga kini perahu tersebut masih disimpan oleh keturunan pemimpin Kelenteng Boen Tek Bio.

Itulah beberapa budaya Nusantara di Tangerang yang masih tetap bertahan meski saat ini telah memasuki zaman kemajuan teknologi yang amat pesat. Pelestarian budaya memanglah penting agar suatu daerah tidak kehilangan identitasnya.